-->

DPR Didesak Segera Sahkan UU Keperawatan


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Calon tenaga keperawatan di Yogyakarta mendesak agar Undang-Undang Keperawatan segera disahkan. Selama ini regulasi mengenai praktik keperawatan hanya diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan yang tingkatannya di bawah undang-undang.
Sri Rahayu Humas Provinsi Persatuan Perawat Indonesia (PPNI) DIY sekaligus Humas Nasional Ikatan Perawat Nasional Indonesia (Ipani) mengatakan situasi politik nasional saat ini diharapkan tidak menjadi halangan bagi DPR untuk segera mengesahkan Undang-Undang (UU) Keperawatan. Keberadaan UU sangat penting untuk melindungi profesi perawat.
"Dengan adanya UU, maka manfaatnya tidak hanya dirasakan perawat, tetapi juga masyarakat. Masyarakat bisa lebih aman," ujar Sri Rahayu di sela-sela aksi simpatik memeringati hari Perawat Sedunia, di halaman Monumen Serangan Oemoem 1 Maret, Yogyakarta, Selasa (12/5).
Aksi simpatik yang diwarnai donor darah dan pemeriksaan kesehatan gratis ini diikuti 16 institusi pendidikan keperawatan di Yogyakarta, seperti Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Respati, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Menurut Sri Rahayu jumlah perawat sangat besar. Di DIY saja terdapat lebih dari 5.000 orang yang tersebar di sejumlah rumah sakit dan puskesmas. Keberadaan mereka selalu menjadi ujung tombang utama dalam menangani pasien, yang semestinya menjadi kompetensi dokter.
Dengan peraturan yang ada ini sebenarnya sudah kuat. Namun, dalam praktik terkadang ada tindakan yang kadang bukan kompetensi perawat. Misalnya, infuse dan suntik itu kompetensi dokter, tapi yang bekerja adalah perawat. "Kalau nanti ada sesuatu kejadian yang tidak diharapkan, masyarakat akan menuntut perawat. Karena belum ada UU yang memayungi mereka," ujarnya.
Di dunia internasional, perawat Indonesia juga masih kalah bersaing dengan perawat luar negeri. Hal ini diperparah dengan ditandatanganinya Mutual Recognition Agre ement (MRA) di Filipina 2006 lalu. Sehingga pada Asean Free Trade Area (AFTA) 2010 perawat luar negeri akan bebas masuk ke Indonesia.
"Posisi Indonesia yang belum memiliki UU Keperawatan cukup dilematis. Ini sangat urgent sekali karena di Asia, ternyata Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak memiliki regulasi tetap seperti Singapura dan Malaysia. Secara tidak langsung, kompetensi di masyarakat inter nasional keberadaan Indonesia belum diakui. Padahal jumlah perawat di Indonesia cukup besar, ada sekitar 60 persen dari tenaga kesehatan yang ada adalah perawat," ujar Muhammad Zulfatul Ala dari Ilmu Keperawatan UGM.
LihatTutupKomentar

Berlangganan via email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner